Bagaimana
rasanya menjadi seorang ibu di tanah perantauan, tanpa orangtua di sisi, tanpa
keluarga dekat, hanya ditemani udara asing, pekerjaan yang tak kenal waktu, dan
tubuh yang terus melemah?
Siti,
seorang guru muda, menjalani kehamilan hingga detik-detik persalinan dalam
kesendirian yang sunyi dan menyayat. Ia tetap mengajar hingga usia kandungan
sembilan bulan, meski tubuhnya mulai menolak. Ia menahan batuk berbulan-bulan,
sakit misterius yang menghantam ulu hati, dan kesendirian yang mengguncang
mentalnya. Namun ia tetap melangkah. Tetap bertahan. Karena ia tahu, hidupnya
bukan lagi tentang dirinya melainkan tentang nyawa yang sedang ia bawa dalam
rahim.
Melahirkan
bukanlah akhir dari perjuangan, melainkan awal dari pertempuran baru. Air mata,
kelelahan, tekanan mental, dan trauma tak terucapkan hadir bergantian. Tapi
dari sanalah, Siti perlahan menemukan bahwa Allah tidak pernah meninggalkannya.
Bahwa dalam setiap napas, dalam setiap tangis, ada pelukan langit yang tak
terlihat namun nyata terasa.
Ditulis
dengan jujur, puitis, dan penuh spiritualitas, memoar ini adalah pelukan bagi
siapa saja yang pernah merasa sendiri dalam perjuangan hidup.
Untuk para ibu. Untuk para perempuan. Untuk para pejuang sunyi.
Dan untuk siapa pun yang butuh diingatkan:
“Tuhan tidak jauh. Tuhan ada… di ulu hatimu.”